Jumat, 03 Juni 2016

Resensi Max Havelaar



MAX  HAVELAAR
 


Judul                           : Max Havelaar
Pengarang                   : Multatuli
Penerbit                       : Narasi
Tempat Terbit              : Yogyakarta
Tahun Terbit                : 2015
Cetakan                       : Ketiga, 2015
Ukuran                        : 15 X 23 cm
Jumlah Halaman          : 396 lembar
ISBN                           : 978-979-168-088-2
Harga                          : Rp. 75.000,00

            Multatuli merupakan nama samara dari Eduard Douwes Dekker. Dia adalah anggota Dewan Pengawas Keuangan Pemerintah Belanda yang pertama kali ditempatkan di wilayah Batavia (Hindia-Belanda) pada tahun 1840. Tahun 1842 ia meminta untuk dipindahkan ke Sumatra Barat. Di tahun yang sama pula, ia dipindahkan ke Natal, Sumatra Utara, untuk bertugas sebagai kontelir. Baru setelah itu, dirinya ditugaskan di wilayah Lebak, Banten.

            Selama bertugas sebagai perpanjangan tangan kolonial Belanda, Eduard Douwes Dekker justru menolak tegas model pemerintahan Belanda. Ketidakadilan, perampasan, serta penjajahan merupakan titik awal dari kritik dan penolakannya. Seorang Eduard Douwes Dekker jauh lebih memalingkan perhatiannya kepada fenomena kelaparan, penderitaan, serta ketertindasan yang dialami rakyat pribumi Hindia-Belanda, terutama di wilayah yang pernah menjadi tempatnya bertugas.

            Buku ini sangat cocok dibaca bagi orang – orang yang menyukai sejarah dan orang – orang yang berpikir kritis. Cover buku ini menarik karena mengundang pertanyaan disetiap pemikiran orang, gaya bahasa yang agak sulit dimengerti membutuhkan konsentrasi yang tinggi serta pemahaman pada setiap kata yang tertuang di buku ini.

            Buku ini ditulis Multatuli disebuah losmen yang disewanya di Belgia, pada musim dingin tahun 1859. Tulisannya merupakan kritik tajam yang telah “membuka” sebagian besar mata public dunia, tentang betapa perihnya arti dari sebuah penindasan (kolonialisme). Dengan sebuah keyakinan yang termanifestasikan dalam ungkapan, “Ya, aku bakal dibaca”, Multatuli berjuang menghadirkan sebuah mahakarya sastra yang patut menjadi pelajaran bagi seluruh bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar