Peran Sistem Pengaturan, Good Governance
A.
Definisi Pengaturan
a.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Peraturan adalah
ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai panduan,
tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima: setiap warga
masyarakat harus menaati aturan yang berlaku; atau ukuran, kaidah yang dipakai
sebagai tolok ukur untuk menilai atau membandingkan sesuatu.
b.
Lydia
Harlina Martono
Peraturan merupakan
pedoman agar manusia hidup tertib dan teratur. Jika tidak terdapat peraturan,
manusia bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa kendali, dan sulit diatur.
B.
Karakteristik
Good Governance
Dalam
hal ini, ada Sembilan karakteristik good governance dari United Nation
Development Program (UNDP), yakni;
1. Partisipasi
Konsep
partisipasi tentu sejalan dengan system pemerintahan yang demokrasi yang
diterapkan di Indonesia. Partisipasi secara sederhana berarti adanya peran
serta dalam suatu lingkungan kegiatan. Peran serta disini menyangkut akan
adanya proses antara dua atau lebih pihak yang ikut mempengaruhi satu sama lain
yang menyangkut pembuatan keputusan, rencana, atau kebijakan. Tujuan utama
dari adanya partisipasi sendiri adalah untuk mempertemukan kepentingan yang
sama dan berbeda dalam suatu perumusan dan pembuatan kebijakan secara berimbang
untuk semua pihak yang terlibat dan terpengaruh.
2.
Rule of law
Rule of low berarti penegakan hukum
yang adil dan tanpa pandang buluh, yang mengatur hak-hak manusia yang berarti
adnya supremasi hukum. Menurut Bargir manan (1994).
3.
Transparansi
Transparansi berarti adanya
keterbukaan terhadap publik sehingga dapat diketahui oleh pihak yang
berkepentingan mengenai kebijakan pemerintah dan organisasi badan usaha,
terutama para pemberi pelayanan publik. Transparansi menyangkut kebebasan
informasi terhadap publik. Satu hal yang membedakan organisasi swasta dan
publik adalah dalam masalah transparansi sendiri.
4.
Responsif
Responsif berarti cepat tanggap.
Birokrat harus dengan segera menyadari apa yang menjadi kepentingan public
(public interest) sehingga cepat berbenah diri. Dalam hal ini, Birokrasi dalam
memberikan pelayanan publik harus cepat beradaptasi dalam memberikan suatu
model pelayanan.
5.
Berorientasi pada
consensus
Berorientasi pada consensus berarti
pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan bersama
diantara para actor yang terlibat. Hal ini sejalan dengan konsep partisipatif
dimana adanya keterlibatan dari masyarakat dalam merumuskan secara bersama
mengenai hal pelayanan publik.
6.
Keadilan
Keadilan berarti semua orang
(masyarakat), baik laki-laki maupun perempuan, miskin dan kaya memilik kesamaan
dalam memperoleh pelayanan publik oleh birokrasi. Dalam hal ini, birokrasi
tidak boleh berbuat diskriminatif dimana hanya mau melayani pihak-pihak yang
dianggap perlu untuk dilayani, sementara ada pihak lain yang terus dipersulit
dalam pelayanan bahkan tidak dilayani sama sekali.
7.
Efektif dan efisien
Efektif secara sederhana berarti
tercapainya sasaran dan efisien merupakan bagaimana dalam mencapai sasaran
dengan sesuatu yang tidak berlebihan (hemat). Dalam bentuk pelayanan publik,
hal ini berarti bagaimana pihak pemberi pelayanan melayani masyarakat seefektif
mungkin dan tanpa banyak hal-hal atau prosedur yang sebenarnya bisa
diminimalisir tanpa mengurangi efektivitasnya.
8.
Akuntabilitas
Akuntabilitas berarti tanggung gugat
yang merupakan kewajiban untuk member pertanggungjawaban dan berani untuk
ditanggung gugat atas kinerja atau tindakan dalam suatu organisasi. Dalam
pemberian pelayanan publik, akuntabilitas dapat dinilai sudah efektifkah
prosedur yang diterapkan oleh organisasi tersbut, sudah sesuaikah
pengaplikasiannya, dan bagaiman dengan pengelolaan keuangannya, dan lain-lain.
9.
Strategic vision
Penyelenggara pemerintahan dan
masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan. Pemerintah dan masyarakat harus
memiliki kesatuan pandangan sesuai visi yang diusung agar terciptanya
keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan memperhatikan latar
belakang sejarah, kondisi social, dan budaya masyarakat.
C. Kaitannya
Good Governance Dengan Etika Bisnis
1.
Code
of Corporate and Business Conduc)
Kode Etik dalam tingkah laku
berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)”
merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode
etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan
praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan
atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam
budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang
boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.
Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat
termasuk kategori pelanggaran hukum.
2. Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi
perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab,
dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder
value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan
dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau
dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat
dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat
dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan
kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan,
antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of
interest).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar